Jumat, 21 Oktober 2011

PENGARUH DEBT DEFAULT, KUALITAS AUDIT, DAN OPINI AUDIT TERHADAP PENERIMAAN OPINI GOING CONCERN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA



REVOL ULUNG BISARA TAMBA
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

HASAN SAKTI SIREGAR
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

Abstract

       The goals of this research is to show the correlation between debt default, audit quality and audit opinion with the chance of receiving going concern opinion at manufacture company listed on Indonesia Stock Exchange between 2005 to 2007
       Data that used in this research is financial statement and independent audit report from each company that published on website www.idx.co.id. Sampling method that used in this research is purposive sampling method. Analysis model that used is logistic regression.
       The result of this research indicates that debt default has positive and significant correlation to the receiving of going concern opinion with coefficient is 2.085 and significance level is 0.007, audit opinion also has positive and significant correlation to the receiving of going concern opinion with coefficient is 3.135 and significance level is 0.000, while audit quality has negative and not significant correlation to the receiving of going concern opinion with coefficient  is -0.515 and significance level is 0.495

Keyword :       debt default, audit quality, audit opinion, going concern                                                       opinion.

  1. Pendahuluan
       Tujuan dari keberadaan suatu entitas bisnis ketika didirikan adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidup (going concern) usahanya. Kelangsungan hidup usaha selalu dihubungkan dengan kemampuan manajemen dalam mengelola perusahaan. Setiap investor pasti mengharapkan keuntungan ketika ingin menanamkan modalnya pada suatu perusahaan. Salah satu pertimbangan investor ketika ingin menginvestasikan modalnya pada suatu perusahaan adalah melalui opini auditor atas laporan keuangan perusahaan tersebut. Oleh karena itu auditor mempunyai peranan yang penting sebagai perantara akan kepentingan investor maupun kepentingan perusahaan sebagai penyedia laporan keuangan.
       Peran auditor diperlukan untuk mencegah diterbitkannya laporan keuangan yang menyesatkan, sehingga dengan menggunakan laporan keuangan yang telah diaudit para pemakai laporan keuangan dapat mengambil keputusan dengan benar. Auditor  juga  bertanggungjawab  untuk menilai  apakah ada  kesangsian  terhadap perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan audit (SPAP Seksi 341, 2001). Masalah timbul ketika banyak terjadi kesalahan opini yang dibuat oleh auditor meyangkut opini going concern (Sekar, 2003).
       Beberapa penyebabnya antara lain, pertama, masalah self fulfilling prophecy yang mengakibatkan auditor enggan mengungkapkan status going concern yang muncul ketika auditor khawatir bahwa opini going concern yang dikeluarkan dapat mempercepat kegagalan perusahaan yang bermasalah (Venuti, 2007). Meskipun demikian, opini going concern harus diungkapkan dengan harapan dapat segera mempercepat upaya penyelamatan perusahaan yang bermasalah. Masalah yang kedua yang menyebabkan kesalahan opini adalah tidak terdapatnya prosedur penetapan status going concern yang terstuktur (Joanna Hlo, 1994). Bagaimana pun juga hampir tidak ada panduan yang jelas atau penelitian yang sudah ada yang dapat dijadikan acuan pemilihan tipe opini going concern yang harus dipilih (La Salle dan Anandarajan, 1996).
       Mutchler et al, (1997) menemukan bukti bahwa keputusan opini going concern sebelum terjadinya kebangkrutan secara signifikan berkorelasi dengan probabilitas kebangkrutan dan variable lag laporan audit serta informasi berlawanan yang ekstrim (contrary information), seperti default. Jika default ini telah terjadi atau proses negoisasi tengah berlangsung dalam rangka menghindari default selanjutnya, auditor mungkin cenderung untuk mengeluarkan opini going concern. Pemberian opini going concern oleh auditor juga tidak terlepas dari opini audit yang diberikan tahun sebelumnya, karena kegiatan usaha pada suatu perusahaan untuk tahun tertentu tidak terlepas dari keadaan yang terjadi pada tahun sebelumnya.
       Preferensi perusahaan terhadap kualitas audit bisa tergantung pada apa yang ingin disampaikan manajemen kepada publik berkaitan dengan karakteristik perusahaan. Manajemen mengiginkan audit berkualitas tinggi agar investor dan pemakai laporan keuangan mempunyai keyakinan lebih terhadap reliabilitas angka-angka akuntansi dalam laporan keuangan. Pemilihan auditor dengan kualitas tinggi dapat meningkatkan kredibilitas laporan keuangan. Preferensi semacam ini bisa dilihat dari auditor yang ditunjuk perusahaan untuk melakukan audit. Dalam hal ini, perusahaan akan memilih auditor berkualitas tinggi dengan demikian auditor ini  dapat meningkatkan kredibilitas laporan keuangan perusahaan. Sebaliknya, perusahaan bisa saja memilih auditor hanya sebagai formalitas untuk memenuhi ketentuan otoritas pasar modal.  Konsekuensi dari pilihan terhadap auditor formalitas ini adalah hasil auditnya tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap kredibilitas laporan keuangan

  1. Tinjauan Pustaka
2.1  Audit
       American Accounting Association Committee dalam Basic Audit Concepts (1991:2) telah mendefinisikan audit sebagai “Suatu proses sistematis yang secara objektif memperoleh dan mengevaluasi bukti yang terkait dengan pernyataan mengenai tindakan atau kejadian ekonomi untuk menilai tingkat kesesuaian antar pernyataan tersebut dan kriteria yang telah ditetapkan serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan”. Menurut definisi diatas maka terdapat unsur-unsur penting yang mendasari istilah auditing yaitu proses sistematik, pengumpulan dan pengevalusian bukti secara objektif, pernyataan mengenai kejadian atau kegiatan ekonomi, tingkat kesesuaian antara pernyataan dengan kriteria yang telah ditetapkan, penyampaian hasil kepada pihak yang berkepentingan.

a.      Proses Sistematik
Auditing merupakan suatu proses sistematik yaitu berupa suatu rangkaian  langkah atau prosedur yang logis terstruktur dan jelas tujuannya bagi pengambilan keputusan dan audit bukan merupakan proses yang tidak terancang dan asal jadi.
  1. Pengumpulan dan pengevaluasian bukti secara objektif
   Audit berkaitan dengan pengumpulan bukti-bukti tentang informasi yang akan mempengaruhi proses keputusan auditor. Bukti diartikan sebagai semua informasi yang digunakan auditor  dalam menentukan kesesuaian informasi yang sedang diaudit dengan kriteria yang telah ditetapkan. Bukti audit dapat diperoleh dalam berbagai bentuk, seperti pernyataan lisan dari pihak yang diaudit (klien), komunikasi tertulis dengan pihak ketiga dan hasil pengamatan auditor. Demi tercapainya sasaran dari kegiatan auditing ini, diperlukan bukti-bukti dengan mutu dan jumlah yang memadai. Proses penentuan jumlah bahan bukti yang diperlukan dan penilaian kelayakan informasi sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, yang merupakan bagian penting dari audit.
  1. Pernyataan mengenai kejadian atau kegiatan ekonomi
    Pernyataan mengenai kejadian atau kegiatan ekonomi adalah hasil proses akuntansi. Akuntasi merupakan proses pengidentifikasian, pengukuran dan penyampaian informasi ekonomi yang dinyatakan dalam satuan uang dalam bentuk yang teratur dan logis dengan tujuan menyajikan informasi keuangan yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan. Setiap kali audit dilakukan ruang lingkup pertanggungjawaban auditor harus dinyatakan dengan jelas, hal terutama yang harus dilakukan adalah menegaskan entitas atau satuan usaha yang dimaksud dengan periode waktunya.
  1. Tingkat kesesuaian antara pernyataan dengan kriteria yang telah ditetapkan
Ketika melakukan proses audit, tujuan auditor adalah menentukan apakah pernyataan pihak yang diaudit sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
e.      Penyampaian hasil kepada pihak yang berkepentingan
  Penyampaian hasil ini dilakukan dengan tertulis dalam bentuk laporan audit (audit report) yang merupakan penyampaian hasil-hasil temuan kepada para pemakai laporan. Laporan yang satu dapat berbeda dengan laporan lainnya. Tetapi pada dasarnya semuanya harus mampu menyampaikan kepada pihak yang berkepentingan.


2.2  Debt Default
       Dalam PSAK 30, indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam memberikan keputusan opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban hutangnya (default). Debt default didefinisikan sebagai kegagalan debitor (perusahaan) untuk membayar hutang pokok dan / atau bunganya pada waktu jatuh tempo (Chen dan Church, 1992). Manfaat status default hutang sebelumnya telah diteliti oleh Chen dan Church (1992) yang menemukan hubungan yang kuat status default terhadap opini going concern. Semenjak auditor lebih cenderung disalahkan karena tidak berhasil mengeluarkan opini going concern setetelah peristiwa-peristiwa yang menyarankan bahwa opini seperti itu mungkin telah sesuai, biaya kegagalan untuk mengeluarkan opini going concern ketika perusahaan dalam keadaan default, tinggi sekali, karenanya, diharapkan status default dapat meningkatkan kemungkinan auditor mengeluarkan laporan going concern.

2.3  Kualitas Audit
       Kualitas Audit menurut Deangelo (1981) dalam Schwartz (1997) didefinisikan sebagai probabilitas error dan irregularities yang dapat dideteksi dan dilaporkan. Probabilitas pendeteksian dipengaruhi oleh isu yang merujuk pada audit yang dilakukan oleh auditor untuk menghasilkan pendapatnya. Isu-isu yang berhubungan dengan isu audit adalah kompetensi auditor, persyaratan yang berkaitan dengan pelaksanaan audit dan persyaratan pelaporan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa KAP yang besar akan berusaha untuk menyajikan kualitas audit yang lebih besar dibandingkan dengan KAP yang lebih kecil.
       Economics Of Scale yang besar  akan memberikan insentif yang kuat untuk mematuhi aturan SEC sebagai cara pengembangan dan pemasaran keahlian KAP tersebut. Kantor akuntan publik diklasifikasi menjadi dua yaitu kantor akuntan publik yang berafiliasi dengan KAP Big Four dan kantor akuntan publik lainnya. Barnes dan Huan (1993) menyatakan bahwa perusahaan yang gagal dan tidak menjelaskan going concern pada opini auditnya menunjukkan bahwa auditor tersebut lebih mementingkan aspek komersial, hal ini berdampak buruk pada citra auditor dan hilangnya kepercayaan investor terhadap perusahaan auditan.

2.4  Opini Audit
       Beberapa penelitian menemukan bahwa auditor lebih sering mengeluarkan opini audit going concern jika opini audit tahun sebelumnya yang diterima perusahaan adalah opini going concern, oleh karena itu opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap pengungkapan opini going concern.  Mutchler (1985) menguji pengaruh ketersediaan informasi publik terhadap prediksi opini audit going concern, yaitu tipe opini audit yang telah diterima perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa model discriminant analysis yang memasukkan tipe opini audit tahun sebelumnya mempunyai akurasi prediksi keseluruhan yang paling tinggi sebesar 89,9 persen dibanding model yang lain.  Mutchler juga melakukan wawancara dengan praktisi auditor yang menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini yang sama pada tahun berjalan.

2.5  Opini Going Concern
       Going concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha, dengan adanya going concern maka suatu badan usaha dianggap mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka waktu panjang dan tidak akan dilikuidasi dalam jangka waktu pendek. PSAK 30 menyatakan bahwa going concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal yang berlawanan. Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi kelangsungan hidup suatu badan usaha adalah berhubungan dengan ketidakmampuan satuan usaha dalam memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar secara bisnis biasa, restrukturisasi utang, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar atau kegiatan serupa lainnya.
       Menurut Altman dan McGough (1974) masalah going concern  terbagi dua, yaitu masalah keuangan yang meliputi kekurangan (defisiensi) likuiditas, defisiensi ekuitas, penunggakan utang, kesulitan memperoleh dana, serta masalah operasi yang meliputi kerugian operasi yang terus-menerus, prospek pendapatan yang meragukan, kemampuan operasi terancam, dan pengendalian yang lemah atas operasi. Audit report dengan modifikasi mengenai going concern mengindikasikan bahwa dalam penilaian auditor terdapat resiko perusahaan tidak dapat bertahan dalam bisnis. Auditor harus mempertimbangkan hasil dari operasi, kondisi ekonomi yang mempengaruhi perusahaan, kemampuan pembayaran hutang, dan kebutuhan likuiditas dimasa yang akan datang (Lenard dkk,1998).


2.6  Kerangka Konseptual
       Debt default didefinisikan sebagai kegagalan debitor (perusahaan) untuk membayar hutang pokok dan / atau bunganya pada waktu jatuh tempo, oleh karena itu apabila status perusahaan sedang dalam keadaan default yang mengindikasikan terdapat resiko perusahaan tidak dapat bertahan dalam bisnis, maka auditor cenderung untuk memberikan opini audit going concern.
       Auditor berskala besar dapat memberikan kualitas audit yang lebih baik dibandingkan auditor berskala kecil, termasuk dalam mengungkapkan masalah going concern.  Semakin besar skala auditor, akan semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit going concern. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara opini audit going concern tahun sebelumnya dengan opini audit going concern tahun berjalan. Apabila pada tahun sebelumnya auditor telah menerbitkan opini audit going concern, maka akan semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan kembali opini audit going concern pada tahun berikutnya.
 






















2.7  Hipotesis
       Hipotesis yang diperoleh dari kerangka konseptual adalah : debt default, kualitas audit dan opini audit berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern secara parsial.

3.      Metode Penelitian
       Peneliti menggunakan desain kausal, desain ini berguna untuk menganalisis hubungan antar variabel atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya (Umar, 2003:30). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah debt default, kualitas audit, dan opini audit sebagai variabel independen dan opini going concern sebagai variabel dependen.
       Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sektor manufaktur dipilih untuk menghindari adanya industrial effect yaitu resiko industri yang berbeda antara suatu sektor industri yang satu dengan yang lain. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono,2006:55). Sampel dipilih dengan metode purposive sampling, yaitu mengambil sampel yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan maksud dan tujuan penelitian. Pertimbangan yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut :
a.       perusahaan tersebut terdaftar di BEI pada tahun 2005 hingga tahun 2007 dan tidak sedang berada pada proses delisting pada periode tersebut,
b.      sampel yang diambil adalah perusahaan manufaktur yang telah listing di BEI sebelum periode pengamatan,
c.       mempunyai laporan auditor independen yang dipublikasikan bersamaan                                dengan periode pengamatan, dan opini yang diterima adalah going concern unqualified / qualified opinion dan going concern disclaimer opinion maupun opini non going concern,
d.      mengalami laba bersih setelah pajak yang negatif sekurang-kurangnya dua periode laporan keuangan selama periode pengamatan (2005-2007).

       Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah opini going concern. Opini audit dengan modifikasi going concern mengindikasikan bahwa dalam penilaian auditor terdapat resiko perusahaan tidak dapat bertahan dalam bisnis. Opini audit going concern dalam penelitian ini merupakan variabel dikotomus, opini audit going concern diberi kode 1, sedangkan opini audit non going concern diberi kode 0.
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah.
a.      Debt Default
       Debt default atau kegagalan membayar hutang didefinisikan sebagai kelalaian atau kegagalan perusahaan untuk membayar hutang pokok atau bunganya pada saat jatuh tempo (Chen dan Church, 1992) Variabel dummy digunakan (1 = status debt fault, 0 = tidak debt default) untuk menunjukkan apakah perusahaan dalam keadaan default atau tidak sebelum pengeluaran opini audit.
b.      Kualitas Audit
      Kualitas audit diproksikan dengan menggunakan ukuran KAP. Ukuran KAP ini dibedakan menjadi dua yaitu untuk KAP big-four dan KAP non big-four. Variabel ini diukur dengan menggunakan variabel dummy dimana angka 1 diberikan  jika auditor yang mengaudit perusahaan merupakan auditor dari KAP big-four dan 0 jika ternyata perusahaan diaudit oleh KAP non big-four.

  1. Metode Analisis Data
4.1  Pengujian Asumsi Klasik
4.1.1 Uji Multikolonieritas
       Regresi yang baik adalah regresi dengan tidak adanya gejala korelasi yang kuat antara variabel bebasnya. Multikolonieritas adalah situasi adanya korelasi antar variabel-variabel independen yang satu dengan yang lainnya, dalam hal ini kita sebut variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel-variabel yang bersifat ortogonal adalah variabel yang memiliki nilai korelasi diantaranya sama dengan nol. Dalam penelitian ini jejak multikolonieritas dapat dilihat dari nilai korelasi antar variabel yang terdapat dalam matriks korelasi. Hasil uji gejala multikolonieritas disajikan pada tabel berikut ini.




Constant
DEF
ADTR
OP
Step 1
Constant
1.000
-.560
-.499
-.558
DEF
-.560
1.000
-.049
.219
ADTR
-.499
-.049
1.000
.045
OP
-.558
.219
.045
1.000
     
       Dari hasil pengujian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala multikolonieritas antar variabel independen. Gejala multikolonieritas terjadi apabila nilai korelasi antar variabel independen lebih besar dari 0.90 matriks korelasi diatas memperlihatkan bahwa korelasi antar variabel independen yang paling besar hanya 0.560 lebih kecil dari 0.90. Berdasarkan hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa variabel debt default, kualitas audit dan opini audit lolos uji gejala multikolonieritas.

4.1.2 Uji Autokorelasi
       Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Run test digunakan untuk menguji ada tidaknya gejala autokorelasi pada penelitian ini, bila hasil output SPSS menunjukkan probabilitas signifikansi dibawah 0.05 disimpulkan terdapat gejala autokorelasi pada model regresi tersebut. Run test digunakan untuk melihat apakah data residual terjadi secara random atau tidak. (Ghozali 2005:103).
H0  : residual (res_1) random (acak)
H1  : residual (res_1) tidak random.


Difference between observed and predicted probabilities
Test Value(a)
.04306
Cases < Test Value
30
Cases >= Test Value
33
Total Cases
63
Number of Runs
31
Z
-.364
Asymp. Sig. (2-tailed)
.716

       Hasil output SPSS menunjukkan bahwa nilai test adalah 0.04306 dengan probabilitas 0.716 tidak signifikan pada 0.05 yang berarti hipotesis nol diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa residual random atau tidak terjadi autokorelasi antar nilai residual.

4.2 Menguji Model Fit (Overall Model   Fit Test)

       Uji ini digunakan untuk menilai model yang telah dihipotesiskan telah fit atau tidak dengan data. Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai antara -2 log likelihood pada awal (block number = 0) dengan nilai -2 log likelihood pada  akhir (block number = 1).  Nilai -2 log likelihood awal pada block number = 0, dapat ditunjukkan melalui tabel berikut ini.

Iteration
-2 Log likelihood
Coefficients

Constant
Constant
Step 0
1
87.194
.095

2
87.194
.095



       Nilai -2 log likelihood  akhir pada block number = 1, dapat ditunjukkan melalui tabel berikut ini :
Iteration
-2 Log likelihood
Coefficients

Constant
DEF
ADTR
OP
Constant
Step 1
1
49.261
-1.483
1.188
-.233
2.214

2
46.301
-1.945
1.823
-.423
2.869

3
46.078
-2.100
2.057
-.505
3.106

4
46.076
-2.118
2.084
-.514
3.135

5
46.076
-2.119
2.085
-.515
3.135

       Dari tabel dapat dilihat bahwa -2 log likelihood awal pada block number = 0, yaitu model yang hanya memasukkan konstanta yang dapat dilihat pada step 2, memperoleh nilai sebesar 87.194. Kemudian pada tabel selanjutnya dapat dilihat  nilai -2 LL akhir dengan block number = 1 nilai -2 log likelihood pada tabel 4.4 mengalami perubahan setelah masuknya beberapa variabel independen pada model penelitian, akibatnya nilai -2 LL akhir pada step 5 menunjukkan nilai 46.076
       Adanya pengurangan nilai antara -2LL awal (initial -2LL function) dengan nilai -2LL pada langkah berikutnya (-2LL akhir) menunjukkan bahwa model yang dihipotesiskan fit dengan data (Ghozali,2005). Penurunan nilai -2 log likelihood menunjukkan bahwa model penelitian ini dinyatakan fit, artinya penambahan-penambahan variabel bebas yaitu debt default, kualitas audit, dan opini audit kedalam model penelitian akan memperbaiki model fit penelitian ini.

4.3 Menguji Kelayakan Model Regresi.
       Pengujian kelayakan model regresi logistik dilakukan dengan menggunakan goodness of fitness test yang diukur dengan nilai chi square pada bagian bawah uji hosmer and lemeshow.
Step
Chi-square
df
Sig.
1
8.681
5
.122


       Hasil pengujian statistik menunjukkan probabilitas signifikansi menunjukkan angka .122 nilai signifikansi yang diperoleh lebih besar dari 0.05 maka Ho tidak dapat ditolak (diterima). Hal ini berarti model regresi layak untuk digunakan dalam analisis selanjutnya, karena tidak ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati.









Opini Tahun Berjalan = 0
Opini Tahun Berjalan = 1
Total
Observed
Expected
Observed
Expected
Observed
Step 1
1
13
12.129
0
.871
13
2
7
8.034
2
.966
9
3
2
3.803
4
2.197
6
4
6
3.542
2
4.458
8
5
1
1.329
4
3.671
5
6
1
.560
7
7.440
8
7
0
.603
14
13.397
14

       Dari tabel kontijensi untuk uji hosmer and lemeshow, dapat dilihat bahwa dari tujuh langkah pengamatan untuk pemberian opini audit dengan going concern (1) maupun opini audit non going concern (0), nilai yang diamati maupun nilai yang diprediksi, tidak mempunyai perbedaan yang terlalu ekstrim. Ini menunjukkan bahwa model regresi logistik yang digunakan dalam penelitian ini mampu memprediksi nilai observasinya.


4.4 Hasil Pengujian Hipotesis
       Hasil pengujian hipotesis bertujuan untuk mengetahui apakah pengaruh dari variabel-variabel bebas terhadap opini audit. Pengujian dengan regresi logistik ditunjukkan dalam tabel-tabel berikut ini.



Unweighted Cases(a)
N
Percent
Selected Cases
Included in Analysis
63
100.0
Missing Cases
0
.0
Total
63
100.0
Unselected Cases
0
.0
Total
63
100.0

Berdasarkan tabel 4.8 diatas kita dapat diambil analisis sebagai berikut :
a.       jumlah sampel pengamatan sebanyak 63 sampel, dan seluruh sampel telah diperhitungkan kedalam pengujian hipotesis,
b.       tidak ada variabel dependen yang dikeluarkan dengan nilai dummy variabel. Untuk variabel dependen bernilai 0 untuk non going concern dan bernilai 1 untuk going concern,
c.       metode yang digunakan untuk memasukkan data adalah metode enter dimana apabila menggunakan metode ini seluruh variabel bebas (independen) disertakan dalam pengolahan (analisis) data untuk mengetahui variabel mana yang berpengaruh terhadap variabel dependen.

       Selanjutnya variabilitas antara variabel dependen dengan variabel independen dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Step
-2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square
1
46.076(a)
.479
.640



       Berdasarkan tabel diatas, maka dapat dilihat bahwa hasil analisis regresi logistik secara keseluruhan menunjukkan nilai Cox & Snell R Square sebesar 0.479. Cox & Snell R Square merupakan ukuran yang mencoba meniru ukuran R2 pada multiple regression yang didasarkan pada teknik estimasi likelihood dengan nilai maksimum kurang dari satu, sehingga sulit untuk diinterpretasikan.
      Nagelerke’s R square merupakan modifikasi dari koefisien Cox dan Snell. Untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari 0 (nol) sampai 1 (satu) hal ini dilakukan dengan cara membagi nilai Cox dan Snell’s R square dengan nilai maksimumnya. Nilai Nagelerke R2 dapat diinterpretasikan seperti nilai R2 pada multiple regression. Dilihat dari hasil output pengolahan data nilai Nagalerke R Square  adalah sebesar 0.640 yang berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen adalah sebesar 64 %, sisanya sebesar 36 % dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar model.

4.4.1 Matriks Klasifikasi

       Matriks klasifikasi akan menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan penerimaan opini audit going concern  pada perusahaan.


Observed
Predicted


Opini Tahun Berjalan
Percentage Correct


0
1
0
Step 1
Opini Tahun Berjalan
0
26
4
86.7


1
6
27
81.8

Overall Percentage


84.1

       Tabel 4.10 menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan penerimaan opini going concern pada auditor sebesar 81.8%, hal ini berarti bahwa dengan menggunakan model regresi yang digunakan ada 26 perusahaan yang diprediksi akan menerima opini audit going concern dari 32 perusahaan yang menerima opini audit going concern. Kekuatan prediksi model untuk menerima opini audit non going concern adalah sebesar 86.7% yang berarti bahwa dengan model regresi yang diajukan ada 27 auditee (86.7%) yang diprediksi akan menerima opini audit non going concern dari total 31 perusahaan yang menerima opini audit non going concern.

4.4.2 Menguji Koefisien Regresi


B
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)

Lower
Upper
Lower
Upper
Lower
Upper
Lower
Upper
Step 1(a)
DEF
2.085
.772
7.296
1
.007
8.041
1.772
36.496

ADTR
-.515
.754
.465
1
.495
.598
.136
2.621

OP
3.135
.780
16.146
1
.000
22.992
4.982
106.097

Constant
-2.119
.775
7.468
1
.006
.120



Dari pengujian persamaan regresi logistik diatas maka diperoleh model regresi logistik sebagai berikut :
GC = -2.119 + 2.085 DEF – 0.515 ADTR + 3.135 OP
       Konstanta sebesar -2.119 menyatakan bahwa jika tidak memperhitungkan nilai debt default, kualitas audit, dan opini audit, maka kemungkinan penerimaan audit dengan pernyataan going concern adalah sebesar -2.119

4.5 Pembahasan Hasil Penelitian

1.    Hubungan Debt Default  Terhadap Opini Going Concern
       Variabel debt default berpengaruh positif terhadap penerimaan opini going concern. Debt default memiliki nilai koefisien positif sebesar 2.085 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.007 (lebih kecil dari 0.05) artinya dapat disimpulkan bahwa debt default berpengaruh positif terhadap penerimaan opini going concern.       Kegagalan dalam memenuhi kewajiban hutang dan atau bunga merupakan indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam menilai kelangsungan hidup suatu perusahaan.
      Apabila perusahaan sedang berada dalam keadaan mengalami kegagalan untuk memenuhi kewajibannya kepada kreditur maka auditor cenderung untuk mengeluarkan opini audit going concern kepada perusahaan, dimana auditor meragukan kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan auditan. Penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh  Chen dan Church yang menemukan hubungan kuat antara status default terhadap opini going concern. Penelitian ini juga konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mutchler (1997) dan Carcello dan Neal (2000) yang menemukan bukti yang kuat antara pemberian status debt default dengan masalah going concern.
2.    Hubungan Kualitas Audit Terhadap Opini Going Concern
       Variabel kualitas audit yang diproyeksikan dengan besaran kantor akuntan   publik menunjukkan nilai koefisien -0.515 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.495 lebih besar dari 0.05 (5%) artinya dapat disimpulkan bahwa variabel ini memiliki pengaruh negatif dan tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going concern.
       Tanda negatif pada koefisien kualitas audit menunjukkan bahwa perusahaan cenderung tidak memperoleh opini going concern ketika menggunakan jasa KAP big four, sementara perusahaan yang menggunakan jasa KAP non big four cenderung memperoleh  opini going concern. Pendapat Scott (2001) menjelaskan hal ini dimana manajer yang rasional tidak akan memilih auditor berkualitas tinggi dan membayar fee yang tinggi apabila karakteristik perusahaan tidak bagus. Argumen ini didasari anggapan bahwa auditor berkualitas tinggi akan mampu mendeteksi karakteristik perusahaan yang tidak bagus dan menyampaikannya kepada publik, jadi dapat dikatakan perusahaan yang menggunakan jasa KAP big four adalah perusahaan yang cenderung memiliki kinerja dan karateristik yang baik, sehingga pendapat yang mereka terima adalah cenderung pendapat wajar tanpa pengecualian, sementara perusahaan dengan kinerja dan karakteristik yang tidak baik cenderung menggunakan KAP non big four dengan harapan bahwa KAP non big four tidak dapat mendeteksi kinerja dan karakteristik mereka yang tidak baik tersebut, sedangkan disisi lain auditor berusaha menjaga reputasinya dengan selalu bekerja secara objektif.
       Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan Mutchler (1997) yang menemukan bukti univariate bahwa auditor berskala besar (Big Six) lebih cenderung untuk mengeluarkan opini going concern pada perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dibandingkan auditor berskala kecil (non Big Six). Meskipun demikian hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Ramadhany (2004) dimana variabel skala auditor (Big Four and Non Big Four) tidak berpengaruh signifikan atas kemungkinan penerimaan opini going concern. Bukti tersebut juga konsisten dengan penelitian Setyarno, Januarti dan Faisal (2006), bahwa kualitas audit tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going concern.
3.    Hubungan Opini Audit Terhadap Opini Going Concern
       Variabel opini audit menunjukkan nilai koefisien positif 3.135 dengan tingkat signifkansi sebesar 0.000 lebih kecil dari 0.05 (5%). Artinya dapat disimpulkan opini audit berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan opini going concern. Hasil penelitian ini konsisten dengan Setyarno dan Januarti 2006, dimana mereka menemukan bukti empiris bahwa variabel opini audit berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going concern.
      Hasil penelitian ni juga konsisten dengan penelitian Carcello dan Neal (2000) dan Rahmadhany (2004) yang menemukan bahwa opini audit going concern yang diterima tahun sebelumnya mempengaruhi keputusan auditor untuk menerbitkan kembali opini audit going concern. Hasil temuan ini memberikan bukti empiris bahwa auditor dalam menerbitkan opini audit going concern akan mempertimbangkan opini audit going concern yang telah diterima perusahaan pada  tahun sebelumnya.

  1. Kesimpulan dan Saran
5.1  Kesimpulan
       Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel debt default berpengaruh positif signifikan terhadap penerimaan opini going concern. Apabila perusahaan sedang berada dalam keadaan mengalami kegagalan untuk memenuhi kewajibannya kepada kreditur maka auditor cenderung untuk mengeluarkan opini audit going concern kepada perusahaan, dimana auditor meragukan kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan auditan.
       Sementara variabel kualitas audit yang diproksi dengan ukuran kantor akuntan publik tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern, Jadi dapat dikatakan perusahaan yang menggunakan jasa KAP big four adalah perusahaan yang cenderung memiliki kinerja dan karateristik yang baik, sehingga pendapat yang mereka terima adalah cenderung pendapat wajar tanpa pengecualian, sementara perusahaan dengan kinerja dan karakteristik yang tidak baik cenderung menggunakan KAP non big four dengan harapan bahwa KAP non big four tidak dapat mendeteksi kinerja dan karakteristik mereka yang tidak baik tersebut, sedangkan disisi lain auditor berusaha menjaga reputasinya dengan selalu bekerja secara objektif. Hasil pengujian terhadap variabel opini audit menunjukkan pengaruh positif signifikan terhadap penerimaan opini going concern, berarti dalam menerbitkan opini audit going concern auditor akan mempertimbangkan opini audit going concern yang telah diterima perusahaan pada  tahun sebelumnya.

5.2  Keterbatasan Penelitian
       Keterbatasan yang dihadapi dalam penelitian ini yaitu hanya menggunakan tiga variabel, yaitu satu variabel keuangan (debt default) dan dua variabel non keuangan (kualitas audit dan opini audit). Periode pengamatan hanya tiga tahun, sehingga belum cukup lama untuk menentukan tren penerbitan opini going concern oleh auditor dalam jangka panjang.

5.3  Saran
       Untuk peneliti selanjutnya memasukkan variabel tambahan seperti rotasi auditor dan  rasio keungan lain, strategic action perusahaan sehingga hasil penelitian lebih mampu untuk memprediksi penerbitan opini going concern dengan lebih tepat dan lebih akurat, selain itu memperpanjang rentang tahun penelitian sehingga dapat melihat kecenderungan trend penerbitan opini audit going concern oleh auditor dalam jangka panjang dengan tetap membedakan antara periode krisis moneter dengan periode kondisi ekonomi normal.

REFERENCES
Altman, E and McGough, T, 1974. “Evaluation of A Company As a Going Concern”. Journal of Accountancy. December. 50-57.
Arens, Alvin A, dan James K Lobbecke, 1996. Auditing : Pendekatan Terpadu (Judul Asli : Auditing : An Integrated Approach) Edisi Revisi, Jilid 1. Penerjemah AmirAbadi Jusuf, Salemba Empat, Jakarta.
Barnes, Paul and HD. Huan, 1993. “The Auditors Going Concern Decision : Some UK Evidence Concerning Independence and Competence” Journal of Business, Finance and Accounting 20(2). January. 213-228.
Carcello, Joseph V., Hermanson, Roger H. McGrath, Neal T. 1992. “Audit Quality Attributes : The Perception of Audit Partners, Prepares & Financial Statement Users”. Auditing : A Journal of Practice and Theory. 1-15.
Chen, K. C, Church, B. K, 1992. “Default on Debt Obligations and The Issuance of Going Concern Report”. Auditing : Journal Practice and Theory Fall. Pp 30-49.
Craswell, A. T., J. R. Francis, and S. L. Taylor. 1995. “Auditor Brand Name Reputations and Industry Specializations”. Journal of Accounting and Economics 20 (December): 297-322.
Erlina, Sri Mulyani, 2007. Metodologi Penelitian Bisnis, Terbitan Pertama, USU Press, Medan.

Fanny, Margaretta, dan Saputra, S, 2005. “Opini Audit Going Concern: Kajian berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan, dan Reputasi Kantor Akuntan Publik (Studi Pada Emiten BursaEfek Jakarta)” Simposium Nasional Akuntansi VIII. 966-978.
Ghozali, Imam, 2005. Aplikasi Analisis Multivariant Dengan Program SPSS, Badan Penerbit UniversitasDiponegoro, Semarang.
Halim, Abdul, 2003. Auditing : Dasar-Dasar Audit Laopran Keuangan. Edisi Ketiga, UPP AMP YKPN,Yogyakarta.
Hani, Clearydan Mukhlasin, 2003. “Going Concern dan Opini Audit:  Suatu Studi Pada Perusahaan Perbankan di BEJ”, Simposium Nasional Akuntansi, Surabaya.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2001. Standar Profesional Akuntan Publik, Salemba Empat, Jakarta.
_____________________, 2002. Standar Akuntansi Keuangan, Salemba Empat , Jakarta.
Jensen, M.C and Meckling,W.H, 1976. “Theory of The Firm, Managerial Behaviour, Agency Cost and Ownership Structure”. Journal of Financial Economics. Vol 3 October. Pp 305-306.
Joanna, L. Ho. 1994. “The Effect of Experience on Consensus of Going-Concern Judgments”. Behavioral Research in Accounting Vol 6. pp 160-172.
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara,, 2004. Buku Petunjuk Teknik Penulisan dan Penulisan Skripsi. Medan
Lasalle, Randal E., dan Anandarajan, asokan. 1996. “ Auditor View on The Type of Audit Report Issued to Entities with Going Concern Uncertainties”. Accounting Horizons, Vol 10. Juni. pp 51-72.
Manao, H. dan Nursetyo, Y. 2002. ":An Audit Quality Comparison Between Large and Small CPA Firms in Indonesia in the Context of "Going Concern" Opinion : Evidence Based On Auditees Financial Ratio". Simposium Nasional Akuntansi V. 36-45..
Mayangsari, Sekar, 2003. Pengaruh Kualitas Audit, Independensi terhadap Integritas Laporan Keuangan. Simposium Nasional AkuntansiVI. Surabaya
Mutchler, J., 1985. "A Multivariate Analysis of the Auditor's Going Concern Opinion Decision" Journal of Accouning Research. Autumn. 668 - 68.
Mutchler, J.F, W.Hopwood and J.C.McKeown, 1997.  “The Influence of Contrary Information and Mitigating Factors on Audit Report Decisions on Bankrupt Companies”.  Journal of Accouning Research. Autumn.
Petronela, Thio. 2004. “Pertimbangan Going Concern Perusahaan Dalam Pemberian Opini Audit”. Jurnal Balance. 47-55
Praptitorini, Januarti, 2007. “Analisis Pengauh Kualitas Audit, Debt Default Dan Opinion Shopping Terhadap Penerimaan Opini Going Concern”. Simposium Nasional Akuntansi X.
Ruiz , barbadillo Emiliano, Nivez Gomez-Aguilar, Christina De Fuentes-Barbera dan Maria Antonia Garcia-Benau. 2004. “Audit Quality and The Going Concern Decision Making Process”. European Accounting Review, Vol 13 No 4. pp 597-620.
Setiawan, Santy, 2006. “Opini Going Concern dan Prediksi Kebangkrutan Perusahaan”. Jurnal Ilmiah Akuntansi. Vol V No 1. Mei. Hal 59-67.
Setyarno, Januarti, dan Faisal, 2006. “Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi Keuangan Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertembuhan Perusahaan Terhadap Opini Audit Going Concern”. Simposium Nasional Akuntansi IX.
Sugiyono, 2006.Statistika untuk penelitian, Alfabeta. Bandung
Umar, Husein, 2003. Metode Riset : Akuntansi terapan, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Vanstraelen, A, 2002. ”Auditor Economic Incentives and Going Concern opinions in a Limited Litigious Continental European Business Environment: Empirical Evidence from Belgium”. Accounting and Business Research. Supplement. 59-82
www.idx.co.id